Powered By Blogger

Selasa, 17 Januari 2012

KEUTAMAAN PUASA SENIN & KAMIS


HADIST YANG MENJELASKAN KEUTAMAAN PUASA SENIN & KAMIS
saka Hadroh An Najaah Krapyak ing Jemuwah, Mei 6, 2011 jam 1:16mbengi
Diantara keutamaan dan keberkahannya, bahwa pintu-pintu surga di buka pada dua hari tersebut, yaitu Senin dan Kamis. Pada saat inilah orang-orang Mukmin diampuni.
Dalil yang menguatkan hal ini adalah hadits yang termaktub dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Pintu-pintu Surga di buka pada hari Senin dan Kamis. Maka semua hamba yang tidak menyekutukan Alloh dengan sesuatu apapun akan diampuni dosa-dosanya, kecuali seseorang yang antara dia dan saudaranya terjadi permusuhan. Lalu dikatakan, ‘Tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap orang ini sampai keduanya berdamai.” (HR. Muslim)

Keutamaan dan keberkahan berikutnya, bahwa amal-amal manusia diperiksa di hadapan Alloh pada kedua hari ini. Sebagaimana yang terdapat dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. Beliau bersabda:
“Amal-amal manusia diperiksa di hadapan Alloh dalam setiap pekan (Jumu’ah) dua kali, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Maka semua hamba yang beriman terampuni dosanya, kecuali seorang hamba yang di antara dia dan saudaranya terjadi permusuhan…” (HR. Muslim)

Karena itu, selayaknya bagi seorang Muslim untuk menjauhkan diri dari memusuhi saudaranya sesame Muslim, atau memutuskan hubungan dengannya, ataupun tidak memperdulikannya dan sifat-sifat tercela lainnya, sehingga kebaikan yang besar dari Allah Ta’ala ini tidak luput darinya.
 Keutamaan hari Senin dan Kamis yang lainnya Hadist Nabi Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, ia mengatakan,
“Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam sangat antusias dan bersungguh-sungguh dalam melakukan puasa pada hari Senin dan Kamis”. (HR. Tirmidzi, an-Nasa-i, Ibnu Majah, Imam Ahmad)

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menyampaikan alasan puasanya pada kedua hari ini dengan sabdanya,
“Amal-amal manusia diperiksa pada setiap hari senin dan Kamis, maka aku menyukai amal perbuatanku diperiksa sedangkan aku dalam keadaan berpuasa.” (HR. At Tirmidzi dan lainnya)

Dalam shahih Muslim dari hadits Abu Qatadah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah ditanya tentang puasa hari Senin, beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab,
“Hari tersebut merupakan hari aku dilahirkan, dan hari aku diutus atau diturunkannya Al-Qur’an kepadaku pada hari tersebut.” (HR.Muslim)

Ash-Shan’ani rahimahullah berkata, “Tidak ada kontradiksi antara dua alasan tersebut.” (Lihat Subulus Salam)
Berdasarkan hadits-hadits di atas maka di sunnahkan bagi seorang Muslim untuk berpuasa pada dua hari ini, sebagai puasa tathawwu’ (sunnah).

Keutamaan lain yang dimiliki hari Kamis, bahwa kebanyakan perjalanan (safar) Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam terjadi pada hari Kamis ini.
Beliau menyukai keluar untuk bepergian pada hari Kamis. Sebagaimana tercantum dalam Shahih Bukhari bahwa Ka’ab bin Malik radhiallahu ‘anhu mengatakan:
“Sangat jarang Rasululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam keluar (untuk melakukan perjalanan) kecuali pada hari Kamis.”
Dalam riwayat lain juga dari Ka’ab bin Malik radhiallahu ‘anhu:
“Bahwa Nabi Shalallohu ‘alaihi wassalam keluar pada hari Kamis di peperangan Tabuk, dan (menang) beliau suka keluar (untuk melakukan perjalanan) pada hari Kamis.” (HR.Bukhori)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang Habib Syekh bin assegaf

Habib Abubakar Bin Muhammad Assegaf (Gresik- Jawa Timur)
Contributed by Administrator
Monday, 29 September 2008
Last Updated Sunday, 10 May 2009
Habib Abubakar Bin Muhammad Assegaf
Silsilah beliau adalah : Habib Abubakar bin Muhammad bin Umar bin Abubakar bin Imam Wadi Al-Ahqaf Umar bin
Segaf bin Muhammad bin Umar bin Toha bin Umar Ash-Shofi bin Abdurrahman bin Muhammad bin Ali bin Abdurrahman
Assegaf bin Muhammad Mauladdawiliyah bin Ali bin Alwi Al-Ghuyyur bin Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam bin Ali bin
Muhammad Sahib Mirbath bin Ali Khala’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin ‘Ubaidillah bin
Ahmad Al-Muhajir bin ‘Isa bin Muhammad An-Naqib bin Ali-‘Uraidhi bin Husein bin Ali bin Abi Thalib suami
Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam.
Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf, beliau lahir di Besuki, Jawa Timur, pada tahun 1285 H. Cahaya kebaikan dan
kewaliannya telah nampak dan terpancar dari wajah beliau. Saat usia 3 tahun, beliau mampu mengingat semua kejadian
yang pernah terjadi pada dirinya. Semua itu karena kekuatan dan kejernihan hati beliau. Bersama ayahnya beliau pindah
ke Gresik. Tak lama kemudian, ayah beliau meninggal dunia di Gresik, saat itu habib Abubakar masih kecil. Mendengar
anaknya (Ayah Habib Abubakar) meninggal dunia, maka neneknya di Hadramaut, yaitu Hababah Fatimah binti Abdullah
‘Allan, meminta supaya cucunya ini (Habib Abubakar) dikirimkan ke Hadramaut. Maka, pada tahun 1293 H
dengan mengikut kenalan keluarga, yaitu, Syeikh Muhammad Bazemur, Habib Abubakar berangkat ke Hadramaut. Kala
itu Habib Abubakar masih berusia delapan tahun.
Sesampainya di Seiwun, Hadramaut, beliau disambut oleh pamannya, Al-Habib Abdullah bin Umar Assegaf. Pertama
kali melihat Habib Abubakar, sang paman menyambut beliau dengan sangat gembira, seraya mengucapkan bait syair :
“Hati para auliya, memiliki ketajaman mata, mereka mampu memandang apa yang tidak dilihat oleh manusia
lainnya”. Pertama kali, Habib Abubakar tinggal di rumah paman beliau, Al-Habib Syekh bin Umar bin Segaf
Assegaf, seorang ulama yang disegani di Hadramaut. Habib Abubakar belajar ilmu fikih dan ilmu tasawuf kepada
pamannya. Setiap malam, beliau dibangunkan untuk bersama-sama menunaikan shalat tahajjud, walaupun waktu itu
beliau masih dalam usia kecil.
Habib Abubakar juga belajar kepada para ulama dan auliya’ di Seiwun, Hadramaut, antara lain : Al-Habib Ali bin
Muhammad Al-Habsyi (Shahibul maulid simthudurar), Al-Habib Muhammad bin Ali Assegaf, Al-Habib Idrus bin Umar Al-
Habsyi, Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas, Al-Habib Abdurrahman Al-Masyhur, Al-Habib Syeikh bin Idrus Al-Aydrus,
dan lain-lain.
Saat pertama kali melihat Habib Abubakar, Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi telah melihat tanda-tanda kebesaran
dalam diri Habib Abubakar dan yakin bahwa Habib Abubakar, kelak akan menjadi seorang yang mempunyai kedudukan
yang tinggi, padahal saat itu Habib Abubakar dalam usia kanak-kanak. Jauh sebelum kedatangannya ke Hadramaut,
ketika itu Habib Abubakar masih di tanah Jawa, Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi berkata kepada salah seorang
muridnya, “Lihatlah mereka itu, mereka tiga orang besar, nama mereka sama, keadaan mereka sama, dan
kedudukan mereka sama. Yang pertama, sudah berada di alam barzakh, yaitu Al-Qutub Al-Habib Abubakar bin Abdullah
Al-Aydrus. Yang kedua, engkau sudah pernah melihatnya pada saat engkau masih kecil, yaitu Al-Qutub Al-Habib
Abubakar bin Abdullah Al-Attas Dan yang ketiga, engkau akan melihatnya di akhir umurmu.” Ketika murid tersebut
sudah menginjak usia senja, murid tersebut bermimpi melihat Nabi shallahu ‘alaihi wasalam dalam lima malam
berturut-turut. Dalam mimpinya itu, Nabi shalalluahu ‘alaihi wasalam menuntun seorang anak kecil sambil berkata
kepadanya, “Terdapat kebenaran bagi yang melihatku di setiap mimpinya. Telah aku hadapkan kepadamu
cucuku yang shaleh, yaitu Abubakar bin Muhammad Assegaf . Perhatikanlah ia.” Murid tersebut sebelumnya
belum pernah melihat Habib Abubakar, kecuali dalam mimpinya itu. Setelah ingatlah ia dengan perkataan gurunya, Al-
Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, yang mengatakan, “Lihatlah mereka itu, tiga auliya, nama mereka sama,
keadaan mereka sama dan kedudukan mereka sama.” Tidak lama setelah kejadian mimpinya itu, murid tersebut
meninggal dunia, tepat sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, bahwa ia akan
melihat Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf di akhir umurnya. Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf mendapat
perhatian khusus dan pengawasan yang istimewa dari guru beliau, Al-Imam Al-Habib Ali bin Muhammad Al-habsyi,
sampai-sampai habib Ali sendiri yang meminangkan beliau sekaligus merayakan pernikahannya.
Pada tahun 1302 H. Habib Abubakar kembali ke Indonesia bersama Al-Habib Alwi bin Segaf dan langsung menuju
Besuki, kota di mana beliau lahir. Di kota tersebut beliau melakukan dakwah. Setelah menetap di Besuki selama tiga
tahun, pada tahun 1305 H, beliau pindah ke kota Gresik. Ketika itu usianya baru 20 tahun. Habib Abubakar juga belajar
dan mengambil ijazah kepada ulama dan auliya’ yang berada di Indonesia, diantaranya : Al-Habib Abdullah bin
Ali Al-Haddad (Bangil), Al-Habib Ahmad bin Abdullah Al-Attas (Pekalongan), Al-Habib Abubakar bin Umar bin Yahya
(surabaya), Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi (Surabaya), Al-Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdor
(Bondowoso).
Disaat menjelang akhir hayatnya, Habib Abubakar selalu mengatakan “Aku berbahagia untuk berjumpa dengan
Allah”. Beliau melakukan puasa selama 15 hari berturut-turut. Dan pada tahun 1376 H, Habib Abubakar bin
Muhammad Assegaf wafat dalam usia 91 tahun. Jasad beliau dimakamkan di samping Masjid Agung Jami’,
Gresik, Jawa Timur, bersanding dengan makam Al-Habib Alwi bin Muhammad Hasyim Assegaf.
NURUL MUSTHOFA [Al Habib Hasan Bin Ja'far Assegaf]
http://nurulmusthofa.org Powered by Joomla! Generated: 6 December, 2009, 07:31

"sejarah perguruan bhayu manunggal"

Sejarah Perguruan Bhayu Manunggal

Tata gerak, sistim latihan, gaya/style pertarungan yang diterapkan, secara teknis sangat memenuhi syarat untuk dimiliki dan melengkapi keterampilan pasukan perang. Murid- muridnya telah pula melatih Pasukan Komando TNI. Yaitu antara tahun 1968-1970,beberapa orang siswa keluarga perguruan Bhayu Manunggal melatih Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) TNI AU Lanud Adisucipto Yogyakarta. Modellatihan ini merupakan awal masuknya Pencaksilat ke jajaran Pasukan Komando TNI.
Sejak masa muda, beliau terbiasa bersahabat dan bergaul dekat dengan tokoh-tokoh persilatan Nusantara dari daerah-daerah Jawa, Madura, Bali dan Sumatera. Beberapa tokoh tersebut berasal dari antara lain :JawaBarat – Daerah Banjar, Tasik, Banten, Pandeglang, Jawa Timur – Pacitan,Ponorogo, Bojonegoro dan Madura, Bali – Klungkung, Sumatra – Palembang,Pagarruyung (Minang dan Aceh). Juga para tokoh/praktisi seni beladiri lain dari luar Nusantara, misalnya di lingkungan klenteng Cina dan perkumpulan kung fu cina (sam bang po – Pathuk Yogyakarta) dan prajurit bala tentara Jepang. Pergaulan yang luas ini diantaranya mempengaruhi ciri-ciri ilmu yang diciptakannya di kemudian hari. Adalah hal biasa pula bagi beliau, menyebarkan ilmu kepada pribadi-pribadi muda, walaupun bukan muridnya sendiri. Ilmunya menyebar secara tidak langsung di dalam berbagai aliran perguruan Nusantara dan luar Negeri. Berdasarkan falsafahnya bahwa beladiri adalah kodrat makhluk hidup.
Manusia berhak belajar dan mengajar. Hal ini diantaranya yang mendasari sikap beliau dalam menyebarkan ilmunya. Hal ini pula yang pada suatu masa membawa beliau berada dan mengasuh salah satu Perguruan Historis IPSI.
Beliau sempat merintis pendirian laboratorium Pencak silat di Djogyakarta bersama-sama (alm) Ki Tarjonegoro(PHASADJA),(alm)Ki Poerwowarso (SHO), (alm)Ki Secodipoero (SHT), (alm) Ki Brototaryo (BIMA),dll.
Pada masa muda aktifitas perjuangannya melalui badan-badan organisasi diantaranya sebagai Ketua Badan Intelejen BPRI (Badan Pemberontak Republik Indonesia)Wilayah Djogjakarta yang didirikan oleh Bung Tomo. Dan aktif dalam kepengurusan PRN (Partai Rakyat Nasional) mendampingi Mr Djoedi Gondkoesoma (alm).
Pada antara tahun 1950 - 1965, ketika situasi politik sedemikian rupa, nuansanya secara perlahan merasuki perguruan beladiri negeri ini. Rasa “super” para tokoh perguruan pencak silat masing-masing ingin ditonjolkan namun kurang didukung dengan kemampuan berorganisasi, lambat laun hubungan didalam perguruan masing -masing tidak harmonis, akibatnya banyak perguruan di pulau Jawa yang pecah, khususnya di Yogya. Perguruan tua pecah menjadi beberapa perguruan.
MBah Djojo yang menyebarkan ilmu demi lestari dan berkembangnya seni beladiri bangsa ini, merasa gerah dan geram melihat situasi. Beliau kemudian menjaga jarak dan melepaskan diri dari lingkungan yang tak nyaman tersebut. Beliau sangat prihatin mengamati kehidupan generasi muda yang terkotak-kotak dalam bentuk kelompok-kelompok yang mencerminkan rapuhnya persatuan dan kesatuan bangsa. Padahal semasa mudanya semangat dan jiwa bangsa dibangun dengan mengorbankan jiwa raga para pejuang demi persatuan dan kesatuan bangsa tersebut. Ketika itu pintu perguruan Bhayu Manunggal tetap terbuka selebar-lebarnya bagi generasi muda yang berasal dari kelompok atau golongan manapun tanpa kecuali, dengan tujuan melestarikan tata beladiri sebagai seni budaya bangsa. Dalam kekecewaan tersebut, Ki Djojosoewito sempat bersikap dengan membentuk organisasi pencak silat antara lain ;
Pencak Ikhlasing Rasa Persatuan Indonesia (PERPI) – ( bukan
salah satu perguruan historis IPSI hanya sama nama ),
Rasa Manunggaling Timbuling Kasantosan (ROMANTIKA) dengan pengurus
Drs.V.Munandir(alm),Agus Sugeng SH, Prof.Dr.Ir.Joko Prayitno Msc).

Untuk lebih mempertegas sikap dalam rangka pengembangan organisasi dan atas desakan beberapa generasi muda siswa keluarga Bhayu Manunggal senior, yaitu : Ragil Sardjono(alm),Ir.Cahyo Suryono(alm), Agus Sugeng SH, Drs. Suharto, Mayor Drs. Hery Warso(alm), Drs.V. Munandir (alm) serta Ki Djojosoewito(alm) sebagai Guru Besar Perguruan maka pada hari Minggu Kliwon tanggal 26 Juli tahun 1970 Masehi, didirikan Pelopor Pencak Silat Indonesia disingkat POPSI sebagai wadah organisasi yang bebas dari nuansa politis, yang merupakan badan
organisasi dari Perguruan Bhayu Manunggal. Kata “Pelopor” diambil untuk menandai bahwa organisasi Perguruan Bhayu Manunggal bebas dari lingkungan atau kelompok yang bernuansa politik.

Saat itu, pada dekade akhir tahun 60an walaupun suhu politik meningkat dan situasi ekonomi memburuk dunia pencak silat negeri ini, seperti bangun dari tidur panjangnya. Pemerintah mulai memperhatikan seni budaya tata beladiri bangsa ini. Perguruan-perguruan persilatan tua walaupun telah telah terpecah berbenah diri, perguruan-perguruan muda pecahan dari berbagai aliran bermunculan, seiring dengan masuknya seni beladiri import berbagai aliran dari bangsa Asia. IPSI aktif membenahi sistim organisasinya. Demikian pula Perguruan Bhayu Manunggal. Sejak berdirinya POPSI, aktifitas organisasi meningkat. Oleh siswa-siswa senior didirikan cabang-cabang organisasi POPSI diberbagai daerah. Setiap event yang diselenggarakan IPSI diikuti sebagai wujud kebersamaan.


POPSI Bhayu Manunggal
Antara tahun 1970-1980. Setelah beberapa tahun berdirinya POPSI sebagai organisasi, para siswa keluarga Perguruan Bhayu Manunggal yang sudah lebih dahulu mendirikan organisasi, di inventarisasi, agar supaya kelak tidak kehilangan sumber ilmu. Berdasarkan kesepakatan organisasi, semua bersatu dalam satu bendera. Sebagai induk organisasi dibentuk Pengurus Besar POPSI Bhayu Manunggal. Kepengurusan pertama PB. POPSI Bhayu Manunggal di motori oleh tiga orang : Ir. Widodo, Drs. Warie Suharyanto, R. Subur BA.
Sejak saat itu Perguruan Bhayu Manunggal berkembang melalui organisasi
POPSI Bhayu Manunggal. Tidak berbeda dengan perguruan-perguruan Pencak
silat yang lain di Nusantara. POPSI Bhayu Manunggal menyebar kesemua
penjuru tanah air dan manca negara. Pada dekade kedua PB. POPSI Bhayu
Manunggal, jalannya organisasi POPSI Bhayu Manunggal semakin solid, motor
organisasi menjadi empat orang : Ir. Wododo, Drs. Warie Suharyanto, R.
Subur BA dan Ahmad Husein Indrajaya Bsc. Organisasi Perguruan sejak
berdirinya POPSI 1970, aktif mengikuti kegiatan persilatan
nasional/internasional . Beberapa siswa laga, dari beberapa daerah/ negara
selalu mewarnai persilatan nasional dan internasional.

Tercatat dalam pengembangan organisinya beberapa tempat latihan didirikan dan kurang dapat dikoordinasikan dengan baik antara lain :

1. Cabang Borobudur (Mas Bakri, mas Dorie)
2. Cabang Nusawungu-Kroya (Mas Imamudin)
3. Cabang Pati (Mas Bowo)
4. Cabang Wonosari – Dep. Transmigrasi, Kepek)
5. Cabang Babarsari (Mas Djoko Santosa – UPN)
6. Cabang Nanggulan, Sentolo (Mas Ngakoid)
7. Cabang Kauman Yogyakarta (Mas Kofa)
8. Cabang Brito Yogyakarta (Mas Yatno)
9. Cabang Bekasi (Mas Daryanto)
10. Cabang Tangerang (Mas Ichsan)

Beberapa cabang yang dengan baik masih berdiri sampai sekarang antara lain,
1. Cabang Sleman, tersebar di banyak ranting
2. Cabang Bendungan,Brosot - Kulonprogo
3. Cabang Sleman, Padepokan Gamping

Sesuai dengan falsafahnya, bahwa beladiri adalah kodrat makhluk hidup. Maka demikian pula penyebaran ilmu Bhayu Manunggal berlangsung alamiah, melalui para pribadi yang pernah berguru secara pribadi langsung kepada Ki Djojosoewito sejak Perguruan Bhayu Manunggal berdiri maupun melalui siswa-siswa senior setelah dibentuknya badan organisasi POPSI yang kemudian menjadi POPSI Bhayu Manunggal. Hingga kini masih banyak pribadi-pribadi yang memiliki ilmu Bhayu Manunggal belum terjangkau oleh komunikasi Keluarga Besar Bhayu Manunggal baik di tanah air maupun di luar negeri. Sangat disayangkan apabila suatu saat kelak ilmu Bhayu Manunggal sebagai asset peradaban manusia yang diciptakan oleh mendiang Ki Djojosoewito larut oleh zaman, lenyap tak berbekas. Sebagai penutup dari sejarah perguruan ini, untuk pengeling-eling weling Sang Guru Besar bahwa Perguruan Bhayu Manunggal bersandar dan berlindung kepada Tuhan yang Maha Kuasa bersifat kekeluargaan dengan organisasi Pelopor Pencak Silat Indonesia (POPSI) yang tidak bernaung di dalam organisasi atau partai politik manapun. Weling yang wajib direnungi setiap insan Bhayu Manunggal, dalam melestarikan tinggalane sang Guru.

Pada bulan September hari Minggu Legi tahun 2001 Masehi, Ki Djojosoewito alias Pandita Dharmowiryo, Guru Besar Perguruan / Pencipta Ilmu Bhayu Manunggal tutup usia setelah sakit sepuh beberapa waktu. Meninggalkan ilmu Bhayu Manunggal pada para muridnya yang tersebar dipersada Nusantara ini dan luar Nusantara, dimana sebagian besar para murid tersebut belum berkomunikasi bahkan diantaranya belum saling mengenal. Sepeninggal beliau adalah merupakan kewajiban para murid tersebut untuk memelihara, melestarikan ilmu yang dimiliki masing – masing sebagai khasanah budaya bangsa yang diharapkan kemudian dapat diserahkan pada generasi berikut dari bangsa ini.

Dipetik dari tulisan raka : Warie Suharyanto

GOOD. . .

"perguruan bhayu manunggal"

Saturday, July 28, 2007

GURU BESAR POPSI BHAYU MANUNGGAL


Guru Besar POPSI “Bhayu Manunggal” Yogyakarta
Pandita Dharmawirya Ki DJOJO SOEWITO


Lahir dan dibesarkan di lingkungan kampung Prawirotaman. Pelajaran pencak silat yang diterima oleh beliau pada saat itu masih berupa sistim silat pesantren , yang bertumpukan pada jurus dan wiridan. Hal ini masih berlanjut sampai pada saat eyang merantau kedaerah-daerah Jawa, Madura, Bali dan Sumatera. Beberapa daerah yang pernah disinggahi dalam perantauan Eyang untuk memperdalam ilmu pencak silat antara lain:
Jawa Barat – Daerah Banjar, Tasik, Banten, Pandeglang
Jawa Timur – Pacitan, Ponorogo, Bojonegoro dan Madura
Bali – Klungkung
Sumatra – Palembang, Pagarruyung (Minang dan Aceh)
Beberapa sekolah yang pernah diajar Eyang antara lain : SMP N II Bantul, STM Yapera Jogjakarta, SPBMA MM’52 Jogjakarta (1952-1967), SPBMA Indonesia Jogjakarta (1975-), SPBMA PGRI Sleman (1978-)
STIPER (INSTIPER) Jogjakarta.


Kegiatan Organisasi, diantaranya:
-Ketua Badan Inteljen BPRI (Badan Pemberontak Republik Indonesia)Wilayah jogjakarta yang didirikan oleh Bung Tomo.
-Aktif dalam kepengurusan PRN (Partai Rakyat Nasional) mendampingi Mr Djoedi Gondkoesoma (alm).
-Dalam rangka pembinaan laboratorium pencak silat di jogjakarta, beliau turut merintis pendirianya bersama-sama Alm. Bp Tarjonegoro (PASADJA), Alm. Bp Poerwowarso (SHO), Alm.Bp Secodipoero (SHT), Alm.Bp Brototaryo (BIMA),dll.



Thursday, July 26, 2007

GALERY PHOTO WISUDA DAN TASYAKURAN POPSI BHAYUMANUNGGAL, NGAMBOH 21 JULI 2007

GALERY PHOTO WISUDA DAN TASYAKURAN POPSI BHAYUMANUNGGAL, NGAMBOH 21 JULI 2007